Tuesday, July 31, 2012

Penyebutan Merek dalam pengadaan jasa pemerintah

Bolehkah dalam spesifikasi teknis menyebut merk ?


Pokja ULP tidak boleh menyebut merek dalam dokumen pengadaan.
Penyedia yang menawar boleh menyebut merek, bahkan harus jelas menyebut merek dan penjelasan dari suatu barang atas merek bila diperlukan.
Dalam kontrak harus jelas disebutkan barang-barang yang diberikan termasuk merek atas barang tersebut.
Spesifikasi teknis disusun berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Dalam pengkajian ulang KAK ULP/Pejabat Pengadaan memastikan bahwa spesifikasi teknis tidak mengarah kepada merek/produk tertentu, kecuali untuk pengadaan suku cadang. 

Namun bilamana hanya ada 1 barang yang mampu memenuhi kebutuhan dari pengguna sesuai dengan kriteria keadaan tertentu atau barang khusus dalam Pasal 38, maka maka penyebutan 1 merek tertentu diperbolehkan;

Dalam pengadan langsung diperbolehkan menyebut merek, karena di pengadaan langsung tidak ada kompetisi antar penyedia atas suatu barang atau jasa, namun melihat kepada kualitas barang atau jasa yang akan diperoleh.

Dalam pekerjaan konstruksi menggunakan untuk item-item barang mengunakan SNI , bilamana tidak terdapat SNi diperbolehkan menyebut di item-item barangnya merek-merek  tertentu, misal untuk keramik dapat disebut  merek xxx atau merek yyy atau yang setara. Karena yang bersaing bukan antar produsen keramik dan jaringan distribusinya tetapi yang bersaing adalah penyedia konstruksi.

Tanda tangan dalam sistem Eproc (SPSE LKPP)

Apakah surat penawaran dan dokumen lainnya boleh tidak ditandatangani dalam upload (memasukkan) dokumen atau dokumen penawaran ke dalam sistem pengadaan secara elektronik.

Berdasarkan Lampiran Perka Nomor 1 Tahun 2011 Bagian V.2.d.4) 
disebutkan bahwa Surat Penawaran dan/atau surat lain bagian dari dokumen penawaran dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik ini tidak memerlukan tanda tangan basah, materai dan stempel sehingga penyedia barang/jasa tidak perlu mengunggah (upload) hasil pemindaian dokumen asli, kecuali surat lain yang memerlukan tanda tangan basah dari pihak lain, contoh surat dukungan bank, surat keterangan fiskal.

Apakah yang ditandatangani digugurkan ? Hal demikian bukanlah substansial, namun kemudahan dalam sistem hendaknya dapat bermanfaat bagi penyedia dalam mempercepat proses memasukkan penawaran  dan bagi pokja ULP, tidak perlu mengecek tanda tangan lagi.

Monday, July 30, 2012

Bagian yang akan disubkontrakan

Dalam rangka  mengembangkan keterlibatan usaha kecil. PPK dapat menetapkan bagian yang akan disubkontrakan.

Di  dokumen pengadaan pokja ULP  menuliskan bagian yang akan disubkontrakan.


Tertulis dalam dokumen pengadaan sebagai berikut :  

LEMBAR DATA PEMILIHAN (LDP)

Bagian Pekerjaan yang disubkontrakkan  _____________________________
[diisi, apabila ada bagian pekerjaan yang dapat disubkontrakkan dan bukan merupakan pekerjaan utama, kecuali pekerjaan spesialis]

Dalam acara pemberian penjelasan, harus dijelaskan kepada peserta mengenai
ketentuan dan cara sub kontrak sebagian pekerjaan kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil;

Evaluasi teknis dilakukan terhadap bagian pekerjaan yang akan disubkontrakkan sesuai dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam LDP
Dalam penilaian sistem gugur dengan ambang batas,  mengenai  subkontrak dapat dimasukkan dalam  unsur penilaian ambang batas.

Penilaian dilakukan dengan pemberian bobot, yang melaksanakan subkontrak  kemungkinan akan mendapat nilai tertentu sedangkan yang tidak memsubkontrakan akan  mendapat nilai nol.
Ketika sudah kontrak,   Penyedia Barang/Jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan
pekerjaan utama berdasarkan Kontrak, dengan melakukan  subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada penyedia Barang/Jasa spesialis. (pasal 87 ayat 3)

Permintaan pembayaran kepada PPK untuk Kontrak yang menggunakan subKontrak, harus dilengkapi bukti pembayaran kepada seluruh subkontraktor sesuai dengan perkembangan (progress) pekerjaannya. Pasal 89 ayat 3

Thursday, July 26, 2012

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

 Pola pengadaan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta tidak diatur berdasar Perpres 54 tahun 2010, tetapi diatur berdasar peraturan sebagai berikut :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008  TENTANG  INVESTASI PEMERINTAH




PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA KERJA SAMA DAERAH

Pengadaan dari dari APBDes (Dana Desa) (I)

Setelah baca artikel ini silahkan baca : http://ujiosa.blogspot.com/2012/10/pengadaan-dari-dana-desa-ii.html

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa)

Desa beda lho dengan Kelurahan. Yang dibahas disini untuk desa.

Keuangan  Desa
(Pasal
  212  UU 32tahun 2004)
Adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan barang milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.
Hak dan Kewajiban dapat menimbulkan pendapatan, belanja, dan pengelolaan keuangan desa.

Anggaran Desa
Pendapatan
Belanja
1.  Pendapatan Asli Desa,
2.  Bagi Hasil Pajak dan Retribusi,
3.  Dana  Perimbangan Pusat dan Daerah yg diterima Kab./Kota (ADD),
4.  Bantuan Keuangan ,
5.  Hibah/Pihak Ketiga
1.     Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan 
2.     Pemberdayaan Masyarakat.


Pengelolaan Keuangan Desa  dilaksanakan oleh Kepala Desa dituangkan dalam Peraturan Desa tentang APBDesa.

Pengelolaan keuangan di desa, tidak ada PA/KPA maupun PPK. Umumnya yang menjadi pegawai negeri hanya  Sekretaris Desa (namun banyak juga Sekretaris desa yang belum pegawai negeri).

Di beberapa daerah, APB Desa sudah rata-rata diatas Rp. 1 miliar, apalagi bila ada audit selalu minta ukuran pemeriksaan adalah aturan tertulis. 

Untuk nilai anggaran  s.d. Rp. 100 juta dapat dilakukan  mengikuti pola pengadaan langsung  berdasar harga pasar untuk yang melibatkan penyedia atau yang dilakukan secara swakelola untuk yang tidak melibatkan pihak lain, dengan menggunakan SDM yang ada. 

Referensi :
1.       UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2.       UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
3.       PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
4.       Permendagri No.37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
5.       Permendagri No.38 Tahun 2007 tentang Kerjasama  Antar Desa
6.       Permendagri No.4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kekayaan Desa

Wednesday, July 25, 2012

PERMASALAHAN YANG SERING MUNCUL DI PENGADILAN


                   Berdasarkan rating dari penulis kira-kira sebagai berikut :

1.           PENUNJUKKAN LANGSUNG
  Seharusnya pelelangan/seleksi tetapi dilakukan dengan penunjukan  langsung, tidak ada kompetisi sehingga harganya melebihi harga pasar.
    Atau penunjukkan langsung tanpa dilakukan klarifikasi spesifikasi dan  tidak ada  negosiasi kewajaran harga


2.           BARANG/PEKERJAAN  FIKTIF
Barang/pekerjaan tidak ada/tidak jelas namun Panitia Penerima Hasil Pekerjaan menerima dan dibayar

3.           ESKALASI
Dalam dokumen kontrak tidak ada pencantuman mengenai eskalasi, tetapi dibayarkan eskalasinya.

4.           KONTRAK LUMP SUM
Kontrak lump sum yang tidak boleh berubah total nilainya, ada perubahan pekerjaan yang nilainya berdasarkan audit tidak sesuai.

5.           BARANG TIDAK SESUAI SPESIFIKASI
Barang/pekerjaan tidak sesuai spesifikasi sehingga tidak dapat digunakan/dimanfaatkan. Contoh Pengadaan lift yang tidak bisa digunakan.

6.          Rekayasa  lelang
              Target Pemenang sudah dirancang sejak perencanaan dan persetujuan anggaran dilanjutkan dengan pemaketan yang diatur, spesifikasi yang mengarah dst sehingga penyedia yang ditarget dapat kepilih. 


7.  KKN/Persengkokolan
Pengaturan lelang sehingga harganya melebihi harga pasar

7.           Pinjam Bendera
Hasil pekerjaan tidak sesuai, ternyata yang mengerjakan pekerjaan bukan penyedia pemenang lelang

8.           Memecah/menyatukan paket
Menyatukan paket sehingga yang bisa mengerjakan hanya satu penyedia.
Memecah suatu paket menjadi banyak paket sehingga tidak ada pelelangan.

Bagaimana kesalahan prosedur ?
Kesalahan prosedur atau penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian Negara

       Kesalahan tidak sesuai prosedur atas langkah-langkah dalam perencanaan, proses pelelangan dan pelaksanaan kontrak serta pertanggunganjawaban.  Contoh tidak disusun HPS dengan baik sehingga banyak penyedia menawar diatas harga pasar, tidak dilakukan evaluasi dengan cermat maka akan menghasilkan barang/jasa yang output dinilai tidak sesuai dengan harga pasarnya atau tidak dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga membawa dampak kerugian negara

Kesalahan prosedur atau penyalahgunaan wewenang yang tidak menyebabkan kerugian Negara.
       Kesalahan tidak sesuai prosedur atas langkah-langkah dalam perencanaan, proses pelelangan dan pelaksanaan kontrak serta pertanggunganjawaban . Hal ini akan menjadi temuan , temuan kemungkinan akan ditindaklanjuti mengenai ada tidaknya kerugian negara, namun bisa saja setelah dinilai tidak merugikan kerugian Negara atau setelah diaudit tidak mengakibatkan kerugian negara. Bila demikian sanksi yang memungkinkan adalah sanksi administrasi.

Kebenaran prosedur dan tidak ada penyalahgunaan wewenang namun ada  kerugian Negara.
    Telah dilakukan sesuai prosedur langkah-langkah dalam perencanaan, proses pelelangan dan pelaksanaan kontrak serta pertanggunganjawaban, namun waktu kontrak/serah terima barang,  harga pasar barang tersebut ketika diterima sudah turun jauh. Contoh untuk pengadaan barang-barang elektronik.  Mengenai hal ini dinilai tidak terjadi kesalahan, karena proses  pelelangan umum tidak ada mekanisme negosiasi.

Jadi yang menjadi masalah hukum bila memenuhi dua hal (harus keduanya ada) yaitu
1.           Kesalahan prosedur atau penyalahgunaan wewenang
2.           Adanya kerugian Negara


Tuesday, July 24, 2012

Jaminan Sanggah Banding disampaikan terlambat

Pasal 82 
(2) Penyedia Barang/Jasa yang mengajukan sanggahan banding wajib menyerahkan Jaminan Sanggahan Banding yang berlaku 20 (dua puluh) hari kerja sejak pengajuan Sanggahan Banding. 

(3) Jaminan Sanggahan Banding ditetapkan sebesar 20/00 (dua perseribu) dari nilai total HPS atau paling tinggi sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(4) Sanggahan Banding menghentikan proses Pelelangan/Seleksi

Waktu sanggah banding  ?
Pasal 82 ayat 1 ,  Penyedia Barang/Jasa yang tidak puas dengan jawaban sanggahan dari ULP dapat mengajukan sanggahan banding kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya jawaban sanggahan.

Pada tanggal  27 Juni 2012. ada pertanyaan sbb :
Misal batas sanggah banding waktu berakhir  tanggal  5 Juni  2012, penyedia PT Rajin  memasukkan sanggah banding di tanggal 5 Juni 2012 tapi tidak disertai jaminan sanggahan banding tetapi tanggal   8 Juni 2012 penyedia memberikan jaminan sanggahan banding, kepada pokja ULP,  jaminan tersebut bertanggal 6 Juni 2012. Masa Jaminan s.d. 4 Juli 2012.

Kami sebagai bupati, baru melihat 27 Juni 2012.  Bagaimana tindakan kami ?

Apabila jaminan sanggahan banding diterima diluar masa sanggah banding (sanggah banding berakhir tgl 5 Juni 2012),  maka dianggap tidak ada sanggah banding,  karena tidak memenuhi pasal 82 tersebut.  Namun tetap ditindaklanjuti sebagai pengaduan dan jaminan sanggah banding dikembalikan.


Syarat sahnya perikatan

Syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1230 KUH Perdata  yakni: 

1. sepakat bagi yang mengikatkan dirinya, 
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 
3. suatu hal tertentu dan 
4. sebab yang halal atau legal


Sepakat dan cakap merupakan syarat subjektif (jika tidak terpenuhi maka perjanjian  dapat dibatalkan), 
Sementara unsur suatu hal tertentu dan sebab yang halal sebagai syarat objektif (jika tidak terpenuhi perjanjian batal demi hukum)

Sepakat 
Perikatan dapat menjadi batal (dapat dibatalkan) jika saja terjadi cacat kehendak atau cacat kesepakatan melalui beberapa hal, diantaranya  paksaan, penipuan dan penyalahgunaan keadaan.
Dalam pengadaan barang/jasa  bila  dijumpai adanya pemalsuan dokumen, misalnya seperti surat dukungan ternyata palsu, maka dapat diputuskan kontraknya.

 Perpres 54 tahun 2010 Pemutusan Kontrak  Pasal 93 ayat  1 c. "Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau"


Monday, July 23, 2012

Honorarium PPK dan PPHP

Honorarium PPK 
Honor untuk pelaksanaan anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2012 menggunakan standar biaya berdasar Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.02/2011 
Kemudian untuk pelaksanaan 2013 mengacu ke Peraturan Menteri Keuangan No. 37 /PMK. 02/2012 . Dalam anggaran tahun 2013
honorarium untuk Pejabat Pembuat Komitmen  (PPK)  di Kementerian Negara/Lembaga dengan pagu anggaran s.d. Rp. 100 juta adalah Rp. 420.000 per bulan, sedangkan bila
memegang anggaran senilai antara Rp 5 miliar sampai dengan Rp 10 miliar adalah Rp. 1,05 juta perbulan. Paling tinggi honornya adalah Rp. 4.690.000 bila memegang DIPA senilai lebih Rp. 1 triliun.


Honorarium Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan 
Dalam anggaran tahun 2013 honorarium untuk Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan  di Kementerian Negara/Lembaga adalah Rp. 330.000 per bulan.

Honorarium Panitia Penerima Hasil Pekerjaan 
Dalam anggaran tahun 2013 honorarium untuk Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan  di Kementerian Negara/Lembaga dengan pagu anggaran         s.d. Rp. 100 juta adalah Rp. 330.000 per orang per paket, sedangkan bila memegang paketnya senilai antara Rp 2.5 miliar sampai dengan Rp 5 miliar adalah Rp. 910.000 juta per orang per paket. Paling tinggi honornya adalah Rp. 3.250.000 per orang per paket bila paketnya senilai lebih Rp. 1 triliun.

Untuk PPK dan PPHP dengan dana APBD Pemda,  bagaimana ? Kepala Daerah dapat membuat Peraturan mengenai standar honor daerah yang dikaitkan dengan kinerja pegawai.


Referensi :
Standar biaya 2013

Honorarium Pokja ULP, Panitia Pengadaan dan Pejabat Pengadaan


Dalam menyusun Anggaran 2013 untuk Kementerian Negara dan Lembaga telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.02/ 2012 tentang STANDAR BIAYA TAHUN ANGGARAN 2013

Standar biaya ini adalah batas tertinggi yang dapat dianggarankan/dialokasikan untuk suatu satuan pengeluaran  dalam rencana anggaran  tahun 2013.

Pejabat Pengadaan Barang/Jasa  
Dapat dianggarankan mendapat paling tinggi s.d. Rp. 510.000 per bulan.

Pokja ULP/Panitia pengadaan
Untuk pokja ULP disamakan dengan Panitia Pengadaan.

Untuk honor bagi pokja ULP atau panitia pengadaan didasarkan pada per orang per paket pekerjaan,berbeda dengan pejabat pengadaan yang didasarkan kepada perbulan.

Honor paling kecil bagi pokja ULP atau panitia pengadaan , untuk paket pengadaan s.d. Rp. 100 juta  sbb  :
Untuk pengadaan barang        Rp.  460.000
Untuk  pekerjaan konstruksi   Rp.  510.000
Untuk  jasa lainnya                 Rp.  450.000
Untuk jasa konsultan              Rp.  450.000

Sedangkan honor paling besar  bagi pokja ULP atau panitia pengadaan , untuk paket pengadaan  di atas Rp.  1 trilun  sbb  :
Untuk pengadaan barang        Rp.  5.010.000
Untuk  pekerjaan konstruksi   Rp.  5.560.000
Untuk  jasa lainnya                 Rp.  3.960.000
Untuk jasa konsultan              Rp.  3.960.000

Untuk Pokja ULP, Panitia Pengadaan dan Pejabat Pengadaan dengan dana APBD Pemda bagaimana ?  Kepala Daerah dapat membuat Peraturan mengenai standar honor daerah yang dikaitkan dengan kinerja pegawai.  




Referensi :

Sunday, July 22, 2012

KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2012  TENTANG  KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN  BERAS OLEH PEMERINTAH



Dalam intruksi ini, pengadaan dapat dalam bentuk gabah atau beras.

Untuk Pengadaan beras sbb : 

Harga Pembelian Beras dalam negeri dengan  kualitas kadar air maksimum 14% (empat belas perseratus), butir patah maksimum 20% (dua puluh perseratus), kadar menir maksimum 2% (dua perseratus) dan derajat sosoh minimum 95% (sembilan puluh lima perseratus) adalah Rp. 6.600 (enam ribu enam ratus rupiah) per kilogram di  gudang Perum BULOG.

Pelaksanaan pengadaan melalui pembelian gabah/beras oleh Pemerintah dilakukan oleh Perum BULOG.

Jadi perlu dipikirkan biaya kirimnya. 

Selanjutnya silahkan baca :

INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 3 TAHUN 2012

Friday, July 20, 2012

Pemilihan bank/pos penyalur bantuan sosial


Peran Kementerian/lembaga dan Pemda diantaranya melakukan pemberian bantuan sosial secara terus menerus, seperti pemberian bantuan kepada siswa tidak mampu secaRa bulanan. Bagaimana pemilihan bank/pos sebagai penyalur dana ?
Bila dalam penyaluran tersebut tidak ter anggaran kan dananya di DIPA (berarti HPS nya sama dengan NOL), maka dapat diminta bank/pos yang memenuhi syarat untuk menjadi bank/pos penyalur dana, sebagaimana kita memilih bank tempat pembayaran gaji kita.   Biasanya yang menjadi pembahasan adalah lamanya pengendapan dana di bank, untuk aspek ini agar dilakukan klarifikasi dan negosiasi  yang menguntungkan kedua belah pihak,

Namun bila ada anggaran untuk pembayaran jasa bank/pos, maka pemilihan bank/pos mengikuti ketentuan pengadaan.

Jadi yang dilihat adalah nilai anggaran untuk pembayaran untuk jasa bank/pos, bukan nilai keseluruhan pagu anggaran. Bila nilai anggaran untuk pembayaran untuk jasa bank/pos s.d. Rp. 100 juta maka dapat dilakukan melalui pengadaan langsung.

Referensi :

Peraturan Menteri Keuangan tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga  Nomor  81/PMK.05/2012

Perdirjen Penbendaharaan tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencairan dan Pelaksanaan Penyaluran dana bantuan siswa miskin dan beasiswa bakat dan prestasi Nomor Per-16/PB/2012

Keharusan memiliki NPWP daerah

Ada beberapa daerah menghendaki peserta pelelangan/seleksi pengadaan di daerah tersebut untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) daerah tempat pelelangan/seleksi. 
Daerah menghendaki demikian, agar bagi hasil pajak kembali ke daerah tempat pelelangan. Bayangkan ada pengadaan senilai Rp. 100 miliar dari APBD. Dari PPN (pajak pertambahan nilai) saja yang dipungut sekitar Rp. 10 miliar. Misalkan 30% dari nilai pengadaan/seleksi dimenangkan oleh penyedia luar daerah, berarti ada potensi bagi hasil pajak dari Rp. 3 miliar yang akan hilang.
Alasan kedua pembuatan NPWP bisa diselesaikan oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam sehari.
Dalam era Eproc hal demikian akan menghambat kompetisi secara nasional, karena penyedia harus memiliki ratusan NPWP dan menjadi penghalang masuknya peserta dari daerah lain yang tidak punya NPWP setempat.

Hambatan berikutnya walau NPWP bisa dibuat dalam satu hari, namun penyedia luar daerah harus mempunyai kantor usaha atau kantor cabang, sebagai persyaratan untuk bisa membuat NPWP.  Membuat kantor cabang, tidak sedikit persyaratannya, melibatkan banyak instansi perizinan dan memerlukan waktu yang tidak sedikit, apalagi ini hanya untuk kepentingan  membuat NPWP untuk kepentingan ikut lelang/seleksi saja.

Mengingat hal demikian termasuk tidak sesuai dengan prinsip adil/ tidak diskriminatif bagi kompetisi pengadaan, maka keharusan memiliki NPWP daerah tidak boleh dilakukan.  Solusinya Bagian Keuangan Pemda agar melakukan pencatatan dengan baik transaksi-transaksi yang terjadi, kemudian segera diajukan ke Ditjen Pajak untuk perhitungan bagi hasil pajak. (Apakah mekanisme ini yang sesuai, segera saja Pemda membicarakan dengan Ditjen Pajak).


Pengadaan Soal ujian tes ujian penerimaan CPNS

Dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil diperlukan adanya tes atau ujian masuk. Bagaimana dengan  pembuatan soal, pengadaan soal, pelaksanaan ujian dan koreksi soalnya ?


Pembuatan soal dapat dilakukan oleh :
1. pemberian soal dari lembaga terkait atau
2. tim teknis atau
3. swakelola ke instansi pemerintah lain seperti perguruan tinggi negeri  atau
4. lembaga konsultan

Sedangkan pengadaan soal dilakukan dengan pengadaan langsung bila anggaran untuk penggandaan s.d. Rp. 100 juta. Bila diatas nilai tersebut dilakukan dengan pelelangan.

Bagaimana bila jumlah peserta dan jumlah soal belum pasti, bagaimana pelelangannya ?

Langkahnya agar dilakukan estimasi perkiraan peserta yang lulus tahapan administrasi.  Misal yang lulus tahapan administrasi diperkirakan ada  6.000 orang. Ada berapa macam soal, dari data  yang pernah dilakukan misal ada 8 jenis kelompok soal dengan rata-rata halaman ada 12 (termasuk lembar jawabannya).
Jadi diperkirakan ada  6.000 x 8 x 12  =    576.000 lembar.

Dari harga survei cetakan perlembar  harga pasarnya adalah Rp. 200 (ini sudah termasuk keuntungan dan biaya pengiriman ke lokasi pelaksanaan ujian)

HPS ==> 576.000 lembar x Rp. 200 = Rp.  115.200.000 + PPN = 115.200.000 + 11.520.000 = Rp. 126.720.000

Dilakukan pelelangan dengan kontrak harga satuan, pemenangnya sebagai berikut :

PT  Zona Nyaman dengan penawaran setelah koreksi aritmatik  sbb  (Rp. 576.000 lembar x Rp. 180) + PPN  = Rp. 114.048.000. Kemudian dibuatkan kontrak senilai Rp. 114.048.000

Ketika jumlah peserta dan jumlah soal sudah pasti sbb :
Jumlah peserta pasti = 5.766 ditambah cadangan soal menjadi  5.800
Jumlah lembar soal dan jawaban = 94
Jumlah yang harus dicetak = 5.800 x 94 = 545.200
Pembayaran kontrak =  (545.200 x Rp. 180) + PPN  = .  Rp. 98.136.000 + 9.813.600 =  107.949.600

Jadi yang diikat dalam kontrak adalah harga satuannya.

Pelaksanaan ujian bisa  menggunakan swakelola dengan pelaksana ujian dan pengawas ujian dari instansi sendiri dan instansi  pemerintah lain serta kontraktual dengan perguruan tinggi negeri atau lembaga konsultan.

Koreksi soal  bisa  menggunakan swakelola dengan pelaksana dari instansi sendiri dan instansi  pemerintah lain serta kontraktual dengan perguruan tinggi negeri atau lembaga konsultan.






Surat Keterangan Fiskal (SKF) untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah


Pasal 19 ayat 1 k. Perpres 54 tahun 2010

sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan.


Penjelasan Perpres 54 tahun 2010
Persyaratan pemenuhan kewajiban pajak tahun terakhir dengan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa dapat diganti oleh Penyedia Barang/Jasa dengan penyampaian Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Surat Keterangan Fiskal adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang  berisi data pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa dan tahun pajak  tertentu.

Wajib Pajak yang mengajukan Permohonan Surat Keterangan Fiskal wajib memenuhi persyaratan :
1.  tidak sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
2.  mengisi formulir permohonan dan  Koreksi Positif dan Negatif untuk      Penghitungan Fiskal dengan   dilampiri dokumen sebagai berikut :

     a. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun terakhir  beserta tanda terima penyerahan Surat Pemberitahuan tersebut;
     b. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Tanda Terima Setoran Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir; dan
     c. fotokopi Surat Setoran Bea (SSB) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan  (BPHTB), khusus untuk Wajib Pajak yang baru memperoleh hak atas tanah dan atau  bangunan baik karena pemindahan hak (antara lain jual beli, tukar menukar, hibah,  pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya), maupun pemberian hak baru.

Misal ada pelelangan di bulan Juli 2012, untuk bukti pajak penyedia hanya melampirkan SKF  tertanggal  16 Juni 2012 dan tidak melampirkan bukti pajak bulanan lainnya. Apakah seperti ini diperbolehkan ?    Jawabannya berarti penyedia tersebut memenuhi  persyaratan kualifikasi dalam pelelangan/seleksi dalam perpajakan.

SKF berlaku sampai dengan satu tahun sejak tanggal terbitnya.

Catatan : bila uraian ini bertentangan dengan peraturan perpajakan atau penjelasan resmi kantor pelayanan pajak,  maka mohon abaikan artikel ini.

Thursday, July 19, 2012

Perhitungan pajak konsultan perorangan (konsultan non konstruksi)


Bagaimana Perhitungan Pajak Konsultan Perorangan  (Non Konstruksi) ?

Konsultan perorangan dikenakan PPh pasal 21 dan tidak dikenakan PPN.
PPN akan dikenakan kepada konsultan bila penghasilannya mencapai Rp. 600 juta rupiah.
Yang tidak punya NPWP akan dikenakan PPh  lebih tinggi 20%.

Dasar Pengenaan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
  • Jumlah penghasilan bruto
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 berupa Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan yang dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 berupa Penghasilan Kena Pajak atau jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
 Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
  • Tarif Pasal 17 dari Jumlah Penghasilan Bruto
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas :
ayat 1 (a):
jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran yang didasarkan pada penyelesaian suatu pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya tidak bersifat berkesinambungan, yang diterima oleh bukan pegawai.

ayat 1 (c):
jumlah kumulatif penghasilan bruto sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya bersifat berkesinambungan, baik berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau berdasarkan keadaan yang sebenarnya, yang diterima oleh bukan pegawai.

Sejak 1 Januari 2009 besarnya tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima termasuk oleh tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris berlaku tarif umum PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dikenakan dari Penghasilan Bruto, kecuali atas penghasilan yang diterima termasuk oleh tenaga ahli yang diterima secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender yang dihitung setiap bulan, maka PPh Pasal 21 dihitung dari Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan Bruto dikurangi PTKP).

 Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan , yaitu:
  • Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
  • Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
  • Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
  • Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%
Ketentuan  dalam  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas

Contoh Penghitungan:

Ada konsultan perorangan non konstruksi sbb :

1.   Azka  (punya  NPWP)  ada kontrak (membuat SOP)  dengan pemerintah senilai Rp.  45 juta , dikenakan   PPH berapa rupiah ?

2.  Bily  (ada NPWP) ada kontrak (membuat  aplikasi manajemen surat)  dengan pemerintah senilai Rp.  80 juta .  dikenakan  PPH berapa rupiah ?

3.  Catur (ada NPWP)ada kontrak ( membuat  assesmen  eselon pegawai)  dengan pemerintah senilai Rp.  290 juta .  dikenakan  PPH berapa rupiah ?

4.  Dien  (ada NPWP) ada kontrak (membuat program  pelatihan peningkatan pendapatan daerah) dengan pemerintah senilai Rp.  600 juta .  dikenakan  PPH berapa rupiah ?

5.  Elam (tidak punya  NPWP) ada kontrak (membuat laporan tahunan )  dengan pemerintah senilai Rp.  25 juta , dikenakan   PPH berapa rupiah ?

Jawaban :
1.       Azka  , dikenakan   PPH  =

Rp. 45 juta x 50% x 5% =  Rp. 1.125.000

2.      Bily  dikenakan  PPH  =

Rp. 80 juta x 50% x   5% =   40.000.000 x 5% =
                                                  Rp.    2.000.000
Bily belum mencapai Rp 50 juta maka dikenakan hanya 5%

3.       Catur   Rp. 290 juta dikenakan  PPH =

Rp.   100 juta x 50% x   5% =  Rp.    50.000.000 x 5%   =     2.500.000
Rp.   190 juta x 50% x 15% =  Rp.    85.000.000 x 15% =  12.750.000
                                                                                 Rp.       15.250..000

Catur sudah mencapai Rp 50 juta sehingga bila dijumlah dengan Rp. 85 juta menjadi Rp. 135 juta sehingga masuk dalam level 15% yaitu di posisi antara Rp.  50.000.000 s.d. Rp 250.000.000

4.        Dien  Rp. 600 juta dikenakan  PPH =

Rp.  100 juta x 50% x   5% =   Rp.    50.000.000 x 5%   =     2.500.000
Rp.   400 juta x 50% x 15% =  Rp.   200.000.000 x 15% =  30.000.000
Rp.  40 juta x 50% x 25% =  Rp.       20.000.000 x 25 % =    5.000.000
                                                                                  Rp.      37.500.000

5.      Elam   dikenakan  PPH  =

Rp. 25 juta x 50% x 6%Rp.   750.000

Mengenai konsultan non kontruksi yang berbentuk badan usaha perlu ditulis sendiri.


Referensi :
            PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER· 31 /PJ/2009

Catatan : bila uraian ini bertentangan dengan peraturan perpajakan atau penjelasan resmi kantor pelayanan pajak,  maka mohon abaikan artikel ini.