Monday, April 30, 2012

Mengenal Layanan DIT BIMBINGAN TEKNIS DAN ADVOKASI LKPP


Advokasi Pendampingan 

Program Advokasi Pendampingan adalah program yang diberikan kepada KLDI yang akan melelangkan paket pekerjaan kompleks atau bernilai strategis. Program pendampingan dilakukan dengan memberikan supervisi kepada PA/KPA, PPK dan Pokja ULP dalam melakukan proses pelelangan, dari mulai Rencana Umum Pengadaan, Penyusunan Dokumen Pengadaan, Metode Evaluasi hingga Penetapan Pemenang.

Untuk mendapatkan Program Advokasi Pendampingan dapat mengajukan surat permohonan dan menyertakan form isian permohonan advokasi pendampingan yang dapat di download di website LKPP. Biaya pelaksanaan Program Pendampingan dibebankan kepada DIPA LKPP Tahun 2012 untuk 8 (delapan) Paket Pendampingan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Nandang Sutisna (081806666800) dan Deasy Rachmawati (081316689551).



Program Bimbingan Teknis

Program Bimbingan Teknis diberikan kepada aparatur pengadaan barang/jasa pemerintah seperti PA/KPA, PPK, Pokja ULP maupun PPHP. Program ini hanya diberikan kepada peserta yang sudah terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan diberikan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan aparatur pengadaan. Bimbingan Teknis dilakukan dalam forum diskusi dalam kelas dengan minimal peserta 30 peserta.

Untuk mendapatkan program ini, KLDI atau Asosiasi dapat mengajukan permohonan dan formulir isian yang dapat didownload di website LKPP. Anggaran pelaksanaan Bimbingan Teknis dibebankan kepada DIPA LKPP Tahun 2012 untuk 80 (delapan puluh) Paket Bimbingan Teknis. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Ketsia A. Laya (0817105024) dan Lintong Sinambela (081317948174).


Narasumber/Sosialisasi Advokasi

KLDI atau Asosiasi dapat mengajukan permohonan narasumber untuk memberikan advokas atau pembahasan terkait tatacara atau permasalahan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Permohonan dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan narasumber kepada Direktur Bimbingan Teknis dan Advokasi.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Nandang Sutisna (081806666800) dan Deasy Rachmawati (081316689551).

Whistleblower di Pengadaan Barang dan Jasa


Kita membaca hari ini, non yang cantik, Enji diminta pejabat KPK untuk menjadi  Justice Collaborator.
 
Justice Collaborator : Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, serta memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan.
 
Sambil menyimak lebih lanjut mengenai  Justice Collaborator. Kita pelajari dulu Whistleblower.
Whistleblower  :  Yang bersangkutan merupakan pihak yang mengetahui dan melaporkantindak pidana serta bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya
Sejumlah Wistleblower Terkenal :
Frank Serpico: The first (in the late '60s) and most famous police officer to report widespread corruption in a police department (New York City's), he risked his life to come forward.
Daniel Ellsberg: He risked severe pressure and retaliation from the federal government in 1971 when he leaked the "Pentagon Papers" to The New York Times, revealing the secret pretexts for the war in Vietnam. He was a U.S. State Department analyst before becoming a whistleblower.
 "Deep Throat" (now known to be the late W. Mark Felt): He gave Washington Post reporters the information about then-President Nixon's involvement in the Watergate illegalities in 1972. This whistleblowing eventually led to Nixon's resignation from office and prison terms for two members of his staff.
 Karen Silkwood: In 1974, she exposed serious safety violations at her workplace, a nuclear plant in Oklahoma. The film "Silkwood" is an account of her story; her death at the wheel of her car as she was driving to meet a reporter has been alleged to be a homicide.
 Jeffrey Wigand: In 1996, Wigand blew the whistle on the cigarette industry when he revealed the intentional manipulation of nicotine, known as "impact boosting," by his former employer, Brown & Williamson, in an interview on the television program 60 Minutes.
Linda Tripp: She told the Office of Independent Counsel that her friend had committed perjury — starting the whole "Monica Lewinsky affair" in 1998. The Clinton administration then leaked personal information about her, and she successfully pursued a lawsuit based on this violation of the Privacy Act of 1974
Sherron Watkins: An Enron Whistleblower and former vice president, she exposed the highly irregular accounting methods being used by the company to hide the true state of its financial affairs in 2001. Enron later filed the largest corporate bankruptcy on record — too late for investors, unfortunately.
Coleen Rowley: A special agent with the FBI, she revealed the agency's inaction and mistakes that may have allowed the September 11, 2001 terrorist attacks on the World Trade Center and the Pentagon.
Di Indonesia peran seorang whistleblower belum mendapatkan apresiasi yang baik, minimnya dukungan, perlindungan apalagi penghormatan/ penghargaan yang memadai bagi mereka sering tidak sesuai dengan pentingnya pengungkapan  mereka bagi penegakan hukum dan kepentingan publik yang telah dicederai.
Anehnya pada saat yang sama, nilai dan pentingnya whistleblowing dalam memerangi korupsi justru semakin diakui.

Setelah membaca orang-orang yang menginspirasi, bagaimana di Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia ?

Berat memilih Kontrak Lumpsum (1)


Silang sengketa mengenai kontrak lump sum dan kontrak satuan, tidak hanya dalam tataran penulisan dan diskusi namun juga dalam pelaksanaan dan audit pertanggungjawaban pekerjaan.

Antisipasi yang terbaik buatlah dalam kontrak harga satuan. 


Penetapan pilihan kontrak lump sum dilakukan bila tidak ada perubahan pekerjaan, atau tidak ada niat untuk menyerap anggaran dengan maksimal.

Bila nantinya masih ada perubahan pekerjaan atau perubahan nilai kontrak maka jangan gunakan kontrak lump sum. Apalagi kita umumnya, membuat perencanaan yang tidak solid dan kurang komprehensif .

Bila sudah menetapkan kontrak lump sum kemudian ada perubahan maka PPK harus ada usaha sepakat dengan penyedia. Kalaulah sudah sepakat dengan penyedia, siap-siap dikemudian hari diskusi keras dengan temuan auditor.

Dalam berbagai referensi internasional kontrak lump sum mengunakan kriteria mengikat  total harga. Meskipun demikian ada  juga beberapa pendapat yang membolehkan adanya perubahan terhadap total harga,  yaitu   “Harga tetap selama tidak ada perintah       perubahan.”

Dalam kontrak lump sum sendiri bila ada  yang perlu dirubah dalam mencapai efektifitas out put dapat dilakukan asal nilai totalnya tidak berubah.
Ketentuan yang jelas dalam aturan kita dalam kontrak lump sum adalah total harga penawaran bersifat mengikat  dan jumlah harga pasti.  Jadi tidak akan ada perubahan total harga.
Ini yang harus dipegang, bila ingin makan enak dan tidur nyenyak.

Untuk sementara tulisan ini sampai disini dulu, insyallah bila ada kesempatan diteruskan lagi dalam topik yang sama ini.

Topik selanjutnya ada di  'kontrak lump sum (2) "

Saturday, April 28, 2012

Pengadaan di BLU


BLU atau Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas

  • Mengapa menggunakan BLU ?   Alasan utama  adalah  untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
  • Paradigma baru:
     Let the Managers Manage – dengan memberikan kesempatan/kewenangan kepada manajer pengelola jasa-jasa pemerintah untuk menggunakan anggaran dengan cara yang paling efisien
     Make the Managers Manage – memastikan bahwa manajer menghasilkan kinerja
  • Pengaturan BLU – Merupakan wadah implementasi enterprising the government dan penganggaran berbasis kinerja
Dana yang masuk untuk BLU bersumber dari
1.    APBN (atau APBD bila satker daerah)
2.    Pendapatan operasioanal, hibah, sewa, kerjasama, pinjaman dll.

Pendapat beberapa pihak mengenai penggunaan dana BLU untuk pengadaan barang dan jasa sebagai berikut :
Berdasar peraturan yang terkait dengan BLU maka dana yang diperoleh dari APBN (APBD pada daerah), pengadaan barang dan jasa mengikuti ketentuan pengadaan barang jasa dalam pelaksanaan APBN dan APBD sedang dana yang diperoleh dari non APBN/APBD, TIDAK  mengikuti ketentuan sebagaimana pengadaan barang jasa dalam pelaksanaan APBN dan APBD.
“Tidak” disini diwujudkan bahwa BLU dalam melaksanakan pengelolaannya menggunakan pola fleksibilitas dalam rangka mencapai efisien dan ekonomis.
Fleksibilitas misal bila dalam Perpres 54 tahun 2010 untuk pengadaan langsung dibatasi s.d. Rp. 100 juta sedangkan  untuk masing-masing BLU  dapat diatur tersendiri misal untuk pengadaan langsung misalnya boleh s.d. Rp. 500 juta.

Pendapat yang merujuk kepada Perpres 54 tahun 2010, adalah sebagai berikut :
Perpres 54 tahun 2010 mengatur  di pasal 2 ayat 1 a. sebagai berikut :
“Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.”

Berdasar ketentuan tersebut maka  pengadaan barang dan jasa  yang dilakukan oleh BLU harus mengikuti Perpres 54 karena pendapatan operasional BLU termasuk yang disyahkan atau dicatat sebagai mekanisme APBN/APBD.

Solusi terhadap pemahaman tersebut sebagai berikut :
Pengadaan barang dan jasa  yang dilakukan oleh BLU dari dana APBN/APBD harus mengikuti Perpres 54 tahun 2010 dan dana selain dari APBN/APBD seperti pendapatan operasional BLU harus mengikuti Perpres 54 tahun 2010 karena dana pendapatan BLU termasuk yang disyahkan atau dicatat sebagai mekanisme APBN/APBD.   Namun BLU boleh melaksanakan pengadaan barang dan jasa berdasar PP dan aturan terkait dibawahnya bilamana BLU dapat membuktikan bahwa dalam melaksanakan pola fleksibilitas akan dinilai lebih baik dalam pencapaian berdasarkan  penilaian efisien dan ekonomis.

Dalam hal BLU tersebut membutuhkan perlakuan khusus dalam pengadaan barang/jasa untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan di mana terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi, maka BLU tersebut dapat mengusulkan kepada Menteri Keuangan/Kepala Daerah untuk mendapatkan fleksibilitas sebagaimana diatur dalam PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU pasal 20 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 8 Tahun 2006 pasal 4 atau untuk daerah yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007.  

Peraturan yang terkait BLU :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2005  TENTANG  PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 08/PMK.02/2006  TENTANG
KEWENANGAN PENGADAAN BARANG/JASA PADA BADAN LAYANAN UMUM
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 61 TAHUN 2007  TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 92/PMK.05/2011  TENTANG Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaaan Anggaran BLU

Friday, April 27, 2012

KEMUNGKINAN HARUS DIUBAH Standar Dokumen Pengadaan

Untuk menjalankan tugas dalam pengadaan barang dan jasa melalui penyedia,  panitia pengadaan atau kelompok kerja ULP (pokja ULP) tidak perlu bersusah-susah menyusun atau membuat dokumen pengadaan. Pokja ULP dapat menggunakan standar dokumen pengadaan (SDP) atau Standard Bidding Document (SBD).

LKPP  telah menyusun dokumen  SDP yang dapat diunduh di website LKPP   www.lkpp.go.id  atau lebih cepatnya di
http://www.lkpp.go.id/v2/contentlist-detail.php?mid=0029564157&id=9775763951



SDP ini digunakan untuk pelaksanaan  pelelangan atau seleksi yang tidak melalui LPSE.  Sedangkan yang melalui LPSE dengan menggunakan SDP  yang dapat diunduh di website LKPP   www.lkpp.go.id  atau lebih cepatnya di

Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2011 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik

SDP  bukan standar yang harus diambil atau digunakan persis sama semuanya  untuk digunakan bagi dokumen pelelangan/seleksi, akan tetapi dokumen tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan pelelangan atau seleksi yang akan kita lakukan.

Yang lebih penting untuk dipahami dan disebarluaskan adalah "SDP bukanlah norma hukum". Norma hukumnya adalah Perpres 54/2010.  SDP  hanyalah "alat-bantu" atau "model" yang berbentuk format-format tertentu untuk memudahkan pelaksanaan pengadaan. Oleh karena itu boleh dimodifikasi, diubah, atau ditambahkurangi. Bahkan mau membuat format karangan sendiri juga boleh asal memenuhi norma hukumnya.

Ketika SDP sudah menjadi dokumen pelelangan atau seleksi yang bisa diambil oleh penyedia maka segala pernyataan dalam SDP menjadi aturan main antara penyedia dan pokja ULP.  Pokja ULP harus mengikuti pernyataan dalam SDP dalam proses pelaksanaan pelelangan/seleksi untuk paket pekerjaan yang tersebut dalam SDP ini.  Demikian juga bagi penyedia, harus mencermati SDP, bila tidak memenuhi yang disebutkan dalam SDP, penyedia dapat digugurkan.

Diluar LKPP, Kementerian PU pada tanggal 31 Mei 2011  juga mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. Versi softcopy sudah tersedia dalam website PU serta sudah dapat diunduh.
Pokja ULP dipersilahkan memakai SDP mana saja,  versi LKPP atau Kemen PU namun harus diperhatikan apakah SDP yang akan diberikan ke penyedia sudah sesuai  dengan kebutuhan pelelangan atau seleksi yang akan kita adakan. Maka SDP sebelum diberikan ke penyedia agar dibaca, dicermati dan dianalisa. SDP boleh dimodifikasi, diubah, atau ditambahkurangi. Bahkan harus diubah bila akan menimbulkan ketidakkonsistenan pernyataan dalam SDP itu sendiri.

Para penyedia (pemborong) harus membaca SDP tersebut, agar penawaran sesuai atau memenuhi yang ditetapkan/diminta berdasar SDP (dokumen pengadaan) tersebut, bila tidak sesuai dapat digugurkan dan bila masih ada hal-hal yang kurang jelas  mengenai dokumen yang dibuat oleh pokja ULP dapat disampaikan diacara penjelasan lelang/seleksi.

PENUNJUKAN LANGSUNG Program Jamkesmas


Maaf masih diperbaiki dalam rangka pelelangan umum atau penunjukkan langsung.

Tuesday, April 24, 2012

MUDAH KEJEBLOS DENGAN PENUNJUKAN LANGSUNG


Sudah  banyak pejabat negara dan  kepala daerah yang berurusan  dengan hukum  karena memilih metode pemilihan ini dalam pengadaan barang dan jasa.

Metode pemilihan penunjukkan langsung dapat dilakukan sesuai Perpres 54 tahun 2010 :
a.    Sesuai pasal 38 karena  alasan keadaan tertentu; dan/atau khusus
b.    Setelah pelelangan ulang/seleksi ulang yang memasukkan  penawaran hanya satu penyedia


Untuk poin b bila tidak ada yang memasukkan penawaran maka tidak dapat dilakukan penunjukan langsung.
Sama seperti pengadaaan langsung ke satu penyedia yang dilakukan dengan klarifikasi dan negosiasi harga, di dalam metode penunjukkan langsung juga dilakukan klarifikasi  dan negosiasi harga,  karena pokja ULP hanya berhadapan dengan satu penyedia. Klarifikasi dilakukan terhadap barang/jasa yang akan diperoleh, item-item barang/jasa  dan klausul kontrak sedangkan negosiasi dilakukan agar dapat diperoleh harga transaksi yang sebenarnya atau yang wajar.

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan proses penunjukan langsung dan pengambilan keputusan penunjukkan langsung agar menilai :

1.    Apakah sudah dipenuhi persyaratan kriteria penunjukkan langsung ?
2.    Adakah harga transaksi melebihi harga pasar (mark up)?
3.    Adakah rekayasa negatif sehingga ada penyedia  lain yang dihalangi dalam pelelangan ini, atau  persyaratan subtansi yang dilanggar ?
4.    Apakah kegiatan ini fiktif ?
5.    Adakah kerugian negara karena barang/jasa nya tidak sesuai ?
6.    Adakah komisi atau  hadiah lainnya yang diterima karena pengadaan ini ?
7.    Apakah diperlukan keterlibatan aparat pengawas internal pemerintah (APIP)  atau ahli hukum kontrak ?

Mengenai keterlibatan  APIP  atau ahli hukum kontrak diperlukan bagi PPK yang merasa belum memiliki keyakinan terhadap suatu pengadaan yang dilakukan dengan penunjukkan langsung yang nilainya signifikan. Diperlukan bagi  Pejabat Pembuat Komitmen, agar APIP menilai prosedur,  substansi  terhadap dokumen, tata cara evaluasi   dan apakah proses pelelangan yang telah dilakukan oleh PA/KPA/PPK/pokja ULP, apakah telah  dilakukan  dengan benar.  Penilaian APIP dilakukan setelah pengumuman pemenang dan sebelum tandatangan kontrak.

Sedangkan  Biro/bagian hukum atau ahli  hukum kontrak untuk menilai klausul dan akibat hukum dari kontrak, ini dilakukan sebelum kontrak ditandatangani oleh PPK. Keterlibatan   Biro/bagian hukum atau ahli  hukum kontrak tidak harus untuk nilai diatas Rp. 100 miliar.

Peran berikutnya APIP dapat diminta bantuannya melakukan verifikasi sebelum pembayaran dilakukan.

Mudah-mudahan bila kita berada dalam posisi yang terlibat dalam penunjukan langsung diberi kemudahan dan telah memikirkan risiko dari pengabdian tugas  serta tidak membiarkan lebih banyak lagi teman atau atasan kita yang salah memilih jalan. Yang akibatnya banyak yang alergi dengan pengadaan atau  yang menolak menjadi PPK.

CATATAN : KALAU PENUNJUKKAN LANGSUNG PARA PIHAK YANG TERKAIT  JANGAN SEKALI-KALI MENERIMA PEMBERIAN DARI PENYEDIA,  SEKALIPUN NILAINYA KECIL

Barangkali para pembaca punya kiat lain, silahkan kita perkaya dan berbagi pengalaman.

Saturday, April 21, 2012

PENGADAAN ALAT KESEHATAN (alkes) (Spesifikasi – 1)


Seringkali dapat pertanyaan bagaimana menyusun spesifikasi barang yang sifatnya tidak biasa seperti bagaimana menyusun  keramba plastik untuk pelihara ikan di laut, kemudian mengenai alkes atau alat kesehatan . Bila djiawab secara dasar hukum dan teori teks book, selalu tidak memuaskan. Jadi yang diperlukan kita tidak hanya  dasar hukum dan teori teks book tetapi menjelajah dari berbagai sisi tentang barang tersebut dan bertanya kepada yang telah ahli dan berpengalaman.


Berikut ini  ada pertanyaan dan jawaban yang diberikan bantuan jawab oleh Pak Trivindi (pemerhati pengadaan obat dan alkes, trainer PBJ LKPP dan sedang mengikuti diklat ISP3) dari negeri timah, Bangka Belitung. Jawaban tersebut telah diedit tambah dan kurang. Mungkin ulasan dan penjelasan belum memunuhi harapan kita, namun diharapkan minimal sudah bisa menguasai sebagian kecil dari rimba raya spesifikasi. Jadi kalau kita tersesat, semoga tidak jauh.  Harapan terbesar kita  adalah bagaimana para  praktisi dan pengguna dalam pengadaan alkes rela menyumbangkan waktunya menulis secara komprehensip dan aplikatif mengenai alkes (para penyedia juga boleh nulis).

Mohon saya dibantu bagaimanakah seharusnya memulai pengadaan alat kesehatan puskesmas rawat inap penunjang PONED (APBD 2012) dengan pagu 2.8 M  untuk 9 Puskesmas. Terutama dalam menyusun spesifikasi barang alkes yang sesuai dengan P 54  tahun 2010. Terimakasih


Tanggapan :
Yth rekan ……….
PONED tahun 2012 APBD kemungkinan adalah bersumber dari dana DAK 2012, sehingga juknis pengadaan mengacu pada permenkes juknis DAK tahun 2012 ( bisa dilihat pada PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DAK  BIDANG KESEHATAN TA 2012 lampiran 7 hal 100 dari 124 hal)

1.    a. Dalam juknis tersebut  sudah memuat spesifikasi alkes, jadi sifatnya spesifikasi
    conformitas
            b. Libatkan user (dokter,bidan dan perawat) dalam menyusun spesifikasi alkes PONED

2.    Sudah adakah pedoman pelaksanaan sistem rujukan pelayanan kesehatan Provinsi
Saudara?  karena ini bisa dijadikan bagian KAK/TOR

      3.  Identifikasi kebutuhan
      4.  Dalam survey hps, libatkan user (dokter,bidan,perawat) dan kedinasan teknis terkait
           (Dinkes,Bappeda,Statistik,dkk)
           Untuk jangka panjang bisa juga pemprov  menerbitkan standar harga alkes PONED
           (tentunya menyusun HPS tsb melibatkan BPS,BPKP,Dinkes) karena kegiatan PONED
           Ini  akan selalu ada di masa mendatang
      5.  Jadikan kontrak PONED tahun sebelumnya sebagai acuan hps (tentunya pekerjaan tsb
           telah memperoleh laporan hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan /BPK)
      6. Komunikasi dengan Depkes

      7.  Mengingat ekstrimitas harga maka perlu dilakukan perbandingan harga yang  telah 
           dibeli  oleh  para rumah sakit swasta . Inipun terkadang tidak sempurna karena harga 
           tersebut       merupakan harga yang ada yang telah diiringi untuk pemberian kegiatan 
           seminar misalnya untuk  para dokter di Jakarta atau dimana yang telah dipromosikan.
        8. harga dari  pabrikan bisa jadi lebih mahal dari harga distributornya.
        9. Usaha kecil mungkin belum tepat, sebagai penyedia dst.
      10. perlu adanya jaminan ketesediaan pasokan barang dst.
      11. Selamat bekerja

Selanjutnya Pak   Atas Yudha  (pemerhati pengadaan obat dan alkes, trainer PBJ LKPP dan saksi Ahli PBJ)  . Berkomentar singkat sebagai berikut :

Dasar awal adalah perencanaan kebutuhan, yang disesuaikan dengan juknis DAK Kesehatan. (alhamdulillah, juknis DAK Kesehatan, tidak ada yang mengarah ke merk tertentu, sehingga sangat fleksibel utk kebutuhan masing-masing  dinas). Kalau perencanaan sudah jelas, maka usahakan untuk melakukan survey/meminta informasi harga ke distributor alat kesehatan tadi, utk kemudian ditetapkan sebagai HPS dan spesifikasi.
Pastikan pula supaya barang-barang kualitas rendah menjadi opsi terakhir, sehingga dalam menyusun spesifikasi teknis bisa mengarah kepada barang-barang  yang relatif lebih berkualitas.)
Pastikan juga utk barang yang sudah diproduksi di dalam negeri, menggunakan produk dalam negeri (semisal bed, penyangga infus, dsb).Masih terlalu umum memang, karena seninya nanti kalau sudah ada informasi dari penyedia atau hasil survey yang dilakukan


Kembali kepada mimpi bersama kita bahwa harapan terbesar kita  adalah bagaimana para  praktisi dan pengguna dalam pengadaan alkes rela menyumbangkan waktunya menulis secara komprehensip dan aplikatif mengenai alkes (para penyedia juga boleh nulis).

Friday, April 20, 2012

Pengadaan listrik untuk desa terpencil. (Swakelola -1)


Indonesia sudah merdeka berapa tahun ? Yang belum terfasilitasi infrastruktur banyak yang merasa belum merdeka. Termasuk untuk adanya listrik, walaupun Dahlan Iskan sudah pernah tangani listrik.  Jangankan yang di pelosok, orang  kota saja sering mumet gara-gara listrik byarpet. Sebaliknya, warga Dusun Sukamarga, Suoh, Lampung Barat, tetap tersenyum dengan listrik kincir air karya Mang Emed.
Untuk membuat satu kincir air mini membutuhkan dana sekitar Rp16 juta. Kincir air dengan kapasitas dinamo 3.000 watt itu didistribusikan untuk 5—6 rumah. Bisa digunakan untuk menghidupkan lampu, komputer, dan televisi.

Untuk biaya pemeliharaan kincir, warga mambayar iuran setiap bulan untuk satu lampu Rp30 ribu, kalau untuk televisi Rp100 ribu/bulan.


Kini, semua warga Sukamarga sudah menikmati listrik di rumah masing-masing. Air pegunungan Cibitung merupakan berkah yang melimpah ruah. Di musim kemarau pun air ini tetap mengalir deras. Jadi, jangan heran, jika di siang hari pun, listrik-listrik di dusun ini tetap menyala terang.

Indonesia punya banyak sungai-sungai yang mengalir deras. Sudah waktunya dimanfaatkan untuk  memenuhi kebutuhan listrik daerah-daerah terpencil.

Pemerintah daerah dapat membantu kepada kelompok masyarakat yang potensial untuk mengadakan sendiri listrik untuk mereka. Yang dalam terminologi kita dalam Perpres 54 tahun 2010 adalah swakelola kepada kelompok masyarakat. Dengan anggaran kira-kira Rp. 100 juta pemda bisa membantu masyarakat untuk menciptakan listrik untuk 30 rumah. Tentunya langkah awal harus menjadi kisah sukses bagi daerah yang bersangkutan. Maka jangan  banyak membuat kegiatan ini  kepada kelompok masyarakat. Mungkin melalui piloting dulu, misal dengan memilih 3 kelompok masyarakat yang dinilai mampu dan ada kelangsungan konstribusi masyarakat dalam pemeliharaan.

Dana anggaran Rp. 100 juta kira-kira dibuat sebagai berikut :
1.      Bantuan kepada 3 kelompok masyarakat (masing-masing Rp. 18.500.000)
a.       Pembelian peralatan                                  Rp.  51.000.000
b.      Biaya rapat                                               Rp.    4.500.000
2.      Biaya administrasi kegiatan                                          Rp     4.000.000
3.      Biaya Perjalanan dinas                                                Rp.  12.000.000
4.      Biaya Rapat di SKPD                                                 Rp.    4.500.000
5.      Biaya pelaporan dan publikasi                                     Rp.    2.000.000
6.      Tenaga Ahli 3 bulan                                                     Rp.  18.000.000
7.      Transport Tenaga ahli (dari lampung ?)                         Rp.    4.000.000
------------------
Rp.  100.000.000

Demukianlah  tulisan sederhana ini, program dan pelaksanaan yang lebih konkrit, ada ditangan kita semua. Indonesia terang jangan jadi milik Jakarta saja.

Pengadaan Bandwidth


Generasi di atas kita dulu, mempunyai koleksi lengkap Ensilokpedia lengkap Americana atau Britannica maka dianggap orang hebat atau setidaknya intelek.  Buku ensilokpedia dirawat dan tempatkan pada rak yang terhormat.  Pada saat ini  telah berubah paradigmanya, hanya dengan mengklik semua informasi yang jumlahnya jutaan kali dari ensilokpedia akan terpampang di depan kita. Sekarang Wikipedia menggantikan ensilokpedia. Maka waktunya kita berpikir melampui kebiasaan, keluar dari kotak yang membatasi kita (Agus Prabowo Deputi PPSDM LKPP)

Informasi yang jumlahnya bagai samudera ilmu, adalah kewajiban kita untuk kita berikan kepada masyarakat. Dibuat titik-titik bebas atau hot spot agar para pelajar tidak ketinggalan informasi dan komunikasi. Bila anggaran terbatas  minimal dapat diadakan pengadaan untuk instansi kita,  agar pelayanan masyarakat dapat dilakukan secara cepat dan profesional. Diantaranya dapat digunakan untuk layanan pengadaan secara eprocurement.


Untuk keperluan tersebut dan untuk mempermudah kita berbagi informasi maka diperlukan peran kita dalam pengadaan band with.

Dalam pengadaan bandwith, yang saya ketahui ada dua yaitu dengan media satelit atau dengan media fiber optik.  Penyedia fiber optik dibanyak daerah cenderung satu penyedia.  Meskipun demikian pengadaannya seharusnya tidak dilakukan dengan penunjukkan langsung.

Maka pelelangannya dilakukan dengan pengadaan jasa lainnya  yang dikompetisikan adalah kemampuan penyedia untuk menyediakan jasa layanan internet yang besar, cepat dan murah.

 Persyaratan yang mungkin harus dipenuhi  pada saat ini antara lain ( jangan tinggalkan syarat penyedia di Perpres 54)
1.   Wajib memiliki kerjasama dengan penyelenggara jasa interkoneksi internet (NAP) yang telah memiliki izin dari Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika yang dibuktikan dengan Perjanjian Kerjasama (PKs) dengan NAP tersebut atau Surat Dukungan dari NAP tersebut
2.   izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (ISP) dari Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika
3.   Pengalaman
memiliki pengalaman pada subbidang pengadaan Jasa Internet dengan Kemampuan Dasar (KD) pada pekerjaan yang sejenis dan kompleksitas yang setara hanya untuk usaha non kecil, dengan ketentuan: (1) KD = 5 NPt; NPt = Nilai pengalaman tertinggi pada sub-bidang pekerjaan yang sesuai dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir; (2) Dalam hal kemitraan yang diperhitungkan adalah KD dari perusahaan yang mewakili kemitraan; (3) KD sekurang-kurangnya sama dengan nilai total HPS; (4) Pengalaman perusahaan dinilai dari sub bidang pekerjaan, nilai kontrak dan status peserta pada saat menyelesaikan kontrak sebelumnya
4.   Untuk usaha NON KECIL (walau nilainya dibawah Rp. 2.5 miliar, karena kompetensi ini yang bisa memenuhi adalah usaha non kecil, emangnya ada usaha kecil yg bisa, mohon info kalo ada ya)
5.   Bila diperlukan ada uji coba dalam evaluasi  teknis.
Untuk memastikan mudah dan cepatnya akses.
6. Jaminan kesanggupan  / respon bila ada masalah tidak berfungsi akan ditindaklanjuti paling lambat dalam 24 jam.

Agar dicermati harga pelayanan band with cenderung menurun tiap tahun. Sering penurunannya sangat ekstrem. Saran saya lakukan survey HPS kepada para pengguna, yang telah menggunakan.

Bila internet anda mudah dan cepat, kita dapat bertukar informasi lebih banyak lagi. Ini termasuk bagian dari sedekah ilmu dan silaturahmi kita di dunia maya.

Tuesday, April 17, 2012

VENDOR MANAJEMEN


Saat ini  LPSE Kemenkeu sedang mengembangkan sistem aplikasi vendor manajemen

Tujuan dari pengembangan vendor manajemen adalah mempertajam fungsi e-procurement sebagai tool proses PBJ  pemerintah sehingga proses PBJ dapat lebih efisien, transparan dan akuntabel dengan mengelola para penyedia barang/jasa. 

Pengadaan dapat dipandang sebagai sebuah pasar dan LPSE berperan sebagi regulator dan fasilitator dari pasar ini.
manajemen vendor akan me-manage "pasar pengadaan dari sisi penjual" (namun kita juga berharap dapat mengembangkan "agency management system" yang mengelola "pasar dari sisi pembeli" termasuk link dengan sistem penganggaran, perbendaharaan, manajemen kontrak, manajemen aset dan pelaporan).


Pasar perlu diatur agar dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.  
para penyedia akan diseleksi dan dibina sehingga menjadi penjual yang kompeten.
proses seleksi akan diperketat untuk menghindari "paper company" yang merupakan lintah bagi APBN.
data penyedia juga di"manage" sehingga data yang ada merupakan data yang valid. 
User ID akan dinonaktifkan sementara bagi penyedia yang melanggar aturan.

penyedia yang dikelola dengan baik sehingga pasar pengadaan akan menjadi lebih sehat dan tumbuh secara berkelanjutan.
penyedia yang hanya mencari fee sebagai pendamping, pengacau lelang akan diminimalkan, karena track record mereka terekam dalam sistem.
afiliasi kepemilikian dapat dideteksi lebih dini.

penyedia akan diklasifikasikan sesuai bidang dan sub bidang usaha, kelas dan wilayah sehingga dapat dibuat peta penyedia untuk tiap bidang/sub bidang, wilayah dan kelas. jika ada kekurangan penyedia pada suatu kategori maka LPSE akan mengundang penyedia baru untuk masuk.
pembatasan keikutsertaan pada bidang/sub bidang tertentu penting agar penyedia menjadi fokus pada bidang usaha tertentu sehingga lebih profesional.
sebisa mungkin pembeli langsung membeli kepada pembuat atau importirnya, dengan memotong rantai distribusi sehingga akan memangkas biaya.
tentunya tetap ada porsi bagi pengusaha kecil dengan diberi porsi pengadaan dengan batasan nilai tertentu.

performa penyedia juga akan dinilai oleh PPK, sebagai rekam jejak dari penyedia bersangkutan.
jika aturan sudah memperbolehkan, penyedia yang dipilih adalah penyedia dengan klasifikasi yang telah ditentukan dan merupakan ranking teratas untuk diundang mengikuti penunjukan langsung/seleksi langsung/pengadaan langsung. hal ini untuk menghindari subjektifitas karena penyedia yang diundang dihasilkan oleh sistem bukan pilihan subjektif dari pejabat pengadaan/panitia/ULP.

untuk pengadaan yang bersitat lelang umum penyedia harus memenuhi klasifikasi yang ditentukan dan memiliki nilai minimal tertentu(kecuali penyedia baru)

profil data penyedia diberikan kepada panitia/ULP untuk melakukan penilaian, sementara sebagai referensi karana menurut peraturan yang ada tidak bisa menjadi dasar pengambilan keputusan.

profil penyedia jika ditambah dengan pricelist barang yang dijual maka akan menjadi e-catalog. 

kemitraan jangka panjang dengan penyedia yang menyediakan barang/jasa yang bersifat strategis dan jangka panjang juga perlu diwadahi.
hal ini kalo dilakukan dengan cara manual tanpa data histori maka rawan penyimpangan.

proses pembinaan penyedia dapat dilakukan lebih selektif dan efektif karena data penyedia tersedia lebih akurat.

sebetulnya masih ada beberapa hal yang coba dapat untuk dikelola agar lebih baik, namun aturan yang ada saat ini belum memungkinkan hal itu untuk dilakukan  yang dicoba dikembangkan saat ini adalah memanfaatkan celah yang belum diatur/dilarang.
(Tulisan ini dibuat dari penjelasan rekan di LPSE Kemenkeu)